TOKSIKOLOGI
PENCEMARAN MERKURI TERHADAP
KESEHATAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN
A. Merkuri (Hg)
Merkuri (Hg) adalah salah satu jenis
logam yang banyak ditemukan di alam dan tersebar dalam batu – batuan, biji
tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik (Anonim,
2011). Secara alami merkuri dapat berasal dari gas gunung berapi dan penguapan
dari air laut.
Merkuri adalah unsur yang mempunyai
nomor atom (NA= 80) serta memiliki massa molekul relatif (MR= 200,59). Bentuk
fisik dan kimianya sangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam
yang berbentuk cair dalam suhu kamar (25oC), titik bekunya paling
rendah (-39oC), mempunyai kecenderungan untuk menguap lebih besar,
mudah tercampur dengan logam-logam lainnya dan menghasilkan logam campuran
(Amalgam/Alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik
tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah (Alfian,
2006).
Merkuri merupakan logam berat urutan
pertama dalam sifat racunnya. Metil merkuri merupakan bentuk dari merkuri yang
penting yang bermanfaat bagi manusia. Industri yang berperan dalam pencemaran
merkuri ke lingkungan adalah pabrik tinta, kertas, kimia, kosmetik, farmasi dan
tekstil. Merkuri memiliki efek toksisitas pada susunan saraf pusat dan ginjal.
B. Cara Merkuri
Mencemari Lingkungan
Diketahui hasil dari epidemiologi
bahwa keracunan metil dan etil merkuri sebagian besar dikarenakan oleh konsumsi
ikan yang diperoleh dari daerah tercemar atau makanan yang berbahan baku
tumbuhan tang disemprot dengan pestisida jenis fungisida alkil merkuri. Pada
tahun 1953-1965 di teluk Minamata, Kyushu, Jepang dilaporkan adanya keracunan
merkuri sehingga menyebabkan beberapa malformasi pada janin yang dikandung.
Pada tahun 1959 ditemukan bahwa penyebab keracunan tersebut adalah berasal dari
limbah Chisso Corporation yang mengandung metil merkuri yang dibuang ke
perairan. Kemudian pada tahun 1967 terjadi pencemaran merkuri di sungai Agano,
Nigata. Di Irak pun terjadi keracunan alkil merkuri akibat mengkonsumsi gandum
yang disemprot dengan alkil merkuri sehingga menyebabkan 500 orang meninggal
dunia dan 6000 orang memerlukan perawatan di rumah sakit. Penelitian Eto
(1999), telah menyimpulkan bahwa efek keracunan merkuri tergantung dari
kepekaan individu dan faktor genetik. Individu yang peka tehadap merkuri antara
lain adalah janin, bayi, anak-anak dan orang tua (Sudarmaji, 2006).
Merkuri atau
Hg dapat berasal dari alam, industri, maupun hasil pembakaran dari
transportasi. Di alam merkuri dapat ditemukan pada gas gunung berapi dan
penguapan dari air laut. Macam-macam industrinya antara lain, industri klor
alkali, peralatan listrik, cat, industri pengecoran logam, termometer,
tensimeter, industri pertanian, pabrik detonator dan semua indutri yang
menggunakan merkuri sebagai bahan baku utama atau bahan penolong. Selain itu,
sumber pencemaran merkuri juga dapat berasal dari tempat praktek dokter gigi
yang menggunakan amalgam sebagai bahan penambal gigi. Hasil pembakaran bahan
bakar fosil juga merupakan sumber merkuri.
Mekanisme kerja suatu bahan kimia
terhadap suatu organ sasaran pada umumnya melewati suatu rantai reaksi yang
dapat dibedakan menjadi 3 fase utama, yaitu fase eksposisi, fase toksokinetik
dan fase toksodinamik. Fase eksposisi adalah ketersediaan biologis suatu
polutan di lingkungan dan hal ini erat kaitannya dengan perubahan sifat-sifat
fisikomikianya. Selama fase eksposisi, zat beracun dapat diubah melalui
berbagai reaksi kimia atau fisika menjadi senyawa yang lebih toksik atau lebih
kurang toksik. Jalur intoksikasinya lewat oral, saluran pernafasan dan kulit.
Polutan pada fase eksposisi di lingkungan industri memiliki sifat fisik berupa
padatan, larutan dan gas. Paparan di industri terbanyak melalui inhalasi,
karena bahan kimia pencemar berada di udara ambien sebagai airbone toxicant,
yaitu gas, uap, debu, fume, kabut dan asap. Fase toksokinetik merupakan fase
dimana sebagian dari jumlah zat yang diabsorbsi mencapai organ target suatu zat
toksik di dalam tubuh organisme. Prosesnya dibedakan dengan menjadi, absorbsi
dan distribusi (invasi), biotransformasi, akumulasi dan ekskresi. Fase
toksodinamik merupakan suatu fase dari hasil interaksi dari sejumlah proses
yang sangat rumit dan kompleks.
C. Cara Merkuri
Masuk ke Dalam Tubuh Manusia
Bentuk racun dari merkuri yang masuk
pada tubuh manusia adalah metil merkuri (CH3Hg+ dan CH3-Hg-CH3)
dan garam organik, mercuric khlor (HgCl2). Metil merkuri dapat
dibentuk oleh bakteri pada endapan dan air yang bersifat asam. Elemen merkuri
mempunyai waktu tinggal yang relatif pendek pada tubuh manusia tetapi senyawa
metil merkuri terakumulasi di dalam tubuh 10 kali lebih lama. Metil merkuri
terakumulasi pada rantai makanan, misal merkuri bisa masuk ke dalam tubuh manusia
dengan mengkonsumsi ikan yang hidup di perairan yang telah tercemar merkuri.
Merkuri juga dapat dilepaskan ke atmosfer melalui berbagai kegiatan manusia,
terutama dari pembakaran sampah rumah tangga, limbah industri, dan pembakaran
bahan bakar fosil seperti batubara. Asap yang mengandung merkuri dapat
ditransportasikan melalui udara dan mengendap di daratan maupun air. Asap
merkuri dapat dihisap melalui pernapasan (Anonim, 2011).
Merkuri yang masuk lewat kulit,
biasanya merkuri yang terkandung dalam kosmetik yang dipakai. Merkuri yang
masuk melalui kulit, setelah diabsorbsi di jaringan akan teroksidasi menjadi
merkuri divalent (Hg2+) yang dibantu oleh enzim katalase. Pemakaian
kosmetik yang mengandung merkuri dapat mengakibatkan:
1. Memperlambat
pertumbuhan janin
2. Keguguran
dan mandul
3. Flek hitam
pada kulit akan memucat, seakan pudar dan bila pemakaian dihentikan, flek
tersebut akan timbul kembali dan akan semakin bertambah parah
4. Memberikan
efek rebound atau respon berlawanan saat pemakaian kosmetik tersebut dihentikan
5. Untuk wajah
yang awalnya bersih, lama kelamaan akan timbul flek yang sangat parah
6. Dapat
menyebabkan kanker kulit
Merkuri yang masuk melalui pernapasan akan diabsorbsi melalui sel darah
merah, kemudian ditransformasikan menjadi merkuri divalent yang sebagian akan
menuju otak dan kemudian diakumulasikan di dalam jaringan. Senyawa phenyl
mercury (C6H5Hg+ dan C6H5-Hg-C6H5)
bersifat racun moderat dengan waktu tinggal yang pendek pada tubuh tetapi senyawa
ini dapat berubah bentuk menjadi merkuri organik dengan cepat pada lingkungan.
Metil merkuri 50 kali bersifat racun daripada merkuri organik. Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan, kadar maksimum merkuri di dalam aor adalah 0,001 mg/l
(Anonim, 2011).
D. Cara
Mendeteksi Merkuri
Berdasarkan hasil penelitian dari
Diner dan Brenner (1998) serta Frackelton dan Christensen (1998) bahwa diagnosa
klinis dari keracunan merkuri tidaklah mudah dan sering disalah artikan dengan
diagnosa kelainan psikiatrik dan autisme. Sulitnya diagnosa merkuri karena
panjangnya periode laten dari mulai terpapar sampai timbulnya gejala dan tidak
jelasnya bentuk gejala yang timbul, yang hampir serupa dengan kelainan
psikiatrik. Untuk memudahkan diagnosa klinis dari keracunan merkuri, maka Vroom
dan Greer (1972) memebuat kriteria sebagai berikut:
1. Observasi
kemunduran fungsi, yang berupa: kerusakan motorik, abnormalitas sensorik,
keminduran psikologi dan perilaku, kemunduran nerologik dan kognitif, kelainan
bicara, pendengaran, kemunduran penglihatan, kelainan kulit serta gangguan
reflek.
2. Waktu
paparan oleh merkuri bersifat akut atau kronis.
Gejala yang disebabkan oleh merkuri yaitu gangguan psikologi berupa rasa
cemas dan kadang timbul sifat agresif (Sudarmaji, 2006).
Keracunan
merkuri sering disebut dengan mercurialism yang banyak ditemukan pada negara
maju. Deteksi merkuri dapat melalui urine, darah, kuku dan rambut. Kadar
merkuri di udara daerah yang tidak tercemar sekitar 20-50 ng/m3.
Jika kadar merkuri di udara sebesar 50 ng/m3, maka dalam waktu 3
hari banyaknya paru-paru menghisap merkuri sebesar 1 μg/hari. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh merkuri tergantung banyaknya merkuri yang masuk ke dalam
tubuh, dengan gejala yang paling ringan berupa parastesia yaitu hilangnya rasa
pada anggota gerak dan sekitar mulut serta dapat pula terjadi pengurangan
penglihatan dan pendengaran sampai gejala yang paling berat berupa ataxia,
dysarthria bahkan kematian. Paparan merkuri pada janin akan tampak setelah
bayi lahir yang dapat berupa cerebraly palsy maupun retardasi mental.
Hal ini dapat terjadi karena jika ibu hamil mengkonsumsi daging binatang yang
diberi pakan padi-padian yang disemprot fungisida mengandung metil merkuri atau
yang tercemar merkuri melalui perairan dan lain-lain. Pada pemeriksaan
laboratorium terlihat adanya denaturasi protein enzim yang tidak aktif dan
kerusakan membran sel pada kasus keracunan merkuri (Sudarmaji, 2006).
Metil merkuri
merupakan racun yang mampu mengganggu susunan saraf pusat maupun saraf perifer.
Keracunan merkuri dapat pula berpengaruh terhadap fungsi ginja yaitu
mengakibatkan proteinuria. Selain mempunyai efek pada susuna saraf, merkuri
juga dapat menyebabkan kelainan psikiatri berupa insomnia, nervus, pusing,
mudah lupa, tremor dan depresi. Pada dasarnya besar resiko akibat terpapar
merkuri tergantung dari sumber merkuri di lingkungan, tingkat paparan, teknik
pengambilan sampel, analisis sampel dan hubungan dosis dengan respon
(Sudarmaji, 2006).
Sumber:
Contoh Kasus:
Tingkat
Pencemaran Merkuri di Mimika Sudah Parah
www.republika.co.id/berita/regional/nusatara/tingkat-pencemaran-merkuri-di-mimika-sudah-parah.
REPUBLIKA.CO.ID,
TIMIKA – Ketua Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 Indonesia (APLI) Papua, Andreas
Anggaibak, mendesak pemerintah daerah setempat segera mengambil langkah-langkah
serius untuk mengatasi kasus pencemaran merkuri (air raksa) di Kota Timika yang
saat ini diketahui sudah melampaui ambang batas.
Anggaibak mengaku sangat prihatin dengan adanya temuan Lembaga Penelitian
Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta
baru-baru ini yang menyimpulkan bahwa sumur-sumur warga di Timika dan
sekitarnya terindikasi kuat telah tercemar merkuri.
LPPM UKI Jakarta mempubliksikan hasil penelitiannya bekerjasama dengan Kadin
Mimika setelah menguji sampel air pada 37 sumur warga di Timika pada bulan
Oktober 2010.
"Ini masalah yang sangat serius sekali. Kami minta semua pihak baik Pemda
Mimika melalui Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertambangan dan Energi serta PT
Freeport Indonesia mengambil langkah-langkah serius untuk mengatasi masalah
pencemaran merkuri ini agar tidak terjadi masalah besar di kemudian hari,"
kata Anggaibak.
Mantan Ketua DPRD Mimika periode 1999-2004 itu juga meminta pihak kepolisian
setempat mengawasi mata rantai perdagangan merkuri yang selama ini digunakan
para pendulang emas dan para pemilik toko emas di Timika untuk pemurnian emas
yang dibawa para pendulang tradisional.
"Siapa pun yang kedapatan menjual merkuri secara bebas harus ditangkap dan
diproses karena ulah mereka akan mendatangkan malapetaka bagi masyarakat
Mimika," desak Anggaibak.
Menurut dia, untuk mengatasi kasus pencemaran merkuri di Timika maka sudah
saatnya Pemkab setempat melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) menyediakan sarana
air bersih ke rumah-rumah warga.
"Pemkab Mimika harus membuat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan
mengambil air dari hulu Sungai Iwaka dan Kuala Kencana yang belum tercemar
untuk disalurkan ke rumah-rumah warga. Kami juga mengimbau warga tidak boleh
mengonsumsi air sumur," ujarnya.
Ketua Kadin Mimika, Decky Tenouye, mengatakan kegiatan penelitian kerjasama
dengan LPPM UKI Jakarta dilakukan karena adanya keluhan warga yang mengalami
gatal-gatal pada kulit, kulit terasa panas dan sakit kepala. Selain itu
terdapat perubahan warna air pada sumur-sumur warga.
Pengambilan sampel air untuk diteliti, dilakukan dua kali pada 37 titik mulai
dari Distrik Kuala Kencana hingga Distrik Mimika Timur Jauh. "Dari hasil
penelitian pada 37 sampel air yang diambil, ditemukan konsentrasi Hg (merkuri)
yang melebihi batas ambang yang diperbolehkan," jelas Decky.