29 Jun 2014

Toksikologi Logam Berat merkuri (Hg)



TOKSIKOLOGI PENCEMARAN MERKURI TERHADAP KESEHATAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN


     A.    Merkuri (Hg)
Merkuri (Hg) adalah salah satu jenis logam yang banyak ditemukan di alam dan tersebar dalam batu – batuan, biji tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik (Anonim, 2011). Secara alami merkuri dapat berasal dari gas gunung berapi dan penguapan dari air laut.
Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor atom (NA= 80) serta memiliki massa molekul relatif (MR= 200,59). Bentuk fisik dan kimianya sangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam suhu kamar (25oC), titik bekunya paling rendah (-39oC), mempunyai kecenderungan untuk menguap lebih besar, mudah tercampur dengan logam-logam lainnya dan menghasilkan logam campuran (Amalgam/Alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah (Alfian, 2006).
Merkuri merupakan logam berat urutan pertama dalam sifat racunnya. Metil merkuri merupakan bentuk dari merkuri yang penting yang bermanfaat bagi manusia. Industri yang berperan dalam pencemaran merkuri ke lingkungan adalah pabrik tinta, kertas, kimia, kosmetik, farmasi dan tekstil. Merkuri memiliki efek toksisitas pada susunan saraf pusat dan ginjal.
B.     Cara Merkuri Mencemari Lingkungan
Diketahui hasil dari epidemiologi bahwa keracunan metil dan etil merkuri sebagian besar dikarenakan oleh konsumsi ikan yang diperoleh dari daerah tercemar atau makanan yang berbahan baku tumbuhan tang disemprot dengan pestisida jenis fungisida alkil merkuri. Pada tahun 1953-1965 di teluk Minamata, Kyushu, Jepang dilaporkan adanya keracunan merkuri sehingga menyebabkan beberapa malformasi pada janin yang dikandung. Pada tahun 1959 ditemukan bahwa penyebab keracunan tersebut adalah berasal dari limbah Chisso Corporation yang mengandung metil merkuri yang dibuang ke perairan. Kemudian pada tahun 1967 terjadi pencemaran merkuri di sungai Agano, Nigata. Di Irak pun terjadi keracunan alkil merkuri akibat mengkonsumsi gandum yang disemprot dengan alkil merkuri sehingga menyebabkan 500 orang meninggal dunia dan 6000 orang memerlukan perawatan di rumah sakit. Penelitian Eto (1999), telah menyimpulkan bahwa efek keracunan merkuri tergantung dari kepekaan individu dan faktor genetik. Individu yang peka tehadap merkuri antara lain adalah janin, bayi, anak-anak dan orang tua (Sudarmaji, 2006).
Merkuri atau Hg dapat berasal dari alam, industri, maupun hasil pembakaran dari transportasi. Di alam merkuri dapat ditemukan pada gas gunung berapi dan penguapan dari air laut. Macam-macam industrinya antara lain, industri klor alkali, peralatan listrik, cat, industri pengecoran logam, termometer, tensimeter, industri pertanian, pabrik detonator dan semua indutri yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku utama atau bahan penolong. Selain itu, sumber pencemaran merkuri juga dapat berasal dari tempat praktek dokter gigi yang menggunakan amalgam sebagai bahan penambal gigi. Hasil pembakaran bahan bakar fosil juga merupakan sumber merkuri.
Mekanisme kerja suatu bahan kimia terhadap suatu organ sasaran pada umumnya melewati suatu rantai reaksi yang dapat dibedakan menjadi 3 fase utama, yaitu fase eksposisi, fase toksokinetik dan fase toksodinamik. Fase eksposisi adalah ketersediaan biologis suatu polutan di lingkungan dan hal ini erat kaitannya dengan perubahan sifat-sifat fisikomikianya. Selama fase eksposisi, zat beracun dapat diubah melalui berbagai reaksi kimia atau fisika menjadi senyawa yang lebih toksik atau lebih kurang toksik. Jalur intoksikasinya lewat oral, saluran pernafasan dan kulit. Polutan pada fase eksposisi di lingkungan industri memiliki sifat fisik berupa padatan, larutan dan gas. Paparan di industri terbanyak melalui inhalasi, karena bahan kimia pencemar berada di udara ambien sebagai airbone toxicant, yaitu gas, uap, debu, fume, kabut dan asap. Fase toksokinetik merupakan fase dimana sebagian dari jumlah zat yang diabsorbsi mencapai organ target suatu zat toksik di dalam tubuh organisme. Prosesnya dibedakan dengan menjadi, absorbsi dan distribusi (invasi), biotransformasi, akumulasi dan ekskresi. Fase toksodinamik merupakan suatu fase dari hasil interaksi dari sejumlah proses yang sangat rumit dan kompleks.
C.     Cara Merkuri Masuk ke Dalam Tubuh Manusia
Bentuk racun dari merkuri yang masuk pada tubuh manusia adalah metil merkuri (CH3Hg+ dan CH3-Hg-CH3) dan garam organik, mercuric khlor (HgCl2). Metil merkuri dapat dibentuk oleh bakteri pada endapan dan air yang bersifat asam. Elemen merkuri mempunyai waktu tinggal yang relatif pendek pada tubuh manusia tetapi senyawa metil merkuri terakumulasi di dalam tubuh 10 kali lebih lama. Metil merkuri terakumulasi pada rantai makanan, misal merkuri bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan mengkonsumsi ikan yang hidup di perairan yang telah tercemar merkuri. Merkuri juga dapat dilepaskan ke atmosfer melalui berbagai kegiatan manusia, terutama dari pembakaran sampah rumah tangga, limbah industri, dan pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara. Asap yang mengandung merkuri dapat ditransportasikan melalui udara dan mengendap di daratan maupun air. Asap merkuri dapat dihisap melalui pernapasan (Anonim, 2011).
Merkuri yang masuk lewat kulit, biasanya merkuri yang terkandung dalam kosmetik yang dipakai. Merkuri yang masuk melalui kulit, setelah diabsorbsi di jaringan akan teroksidasi menjadi merkuri divalent (Hg2+) yang dibantu oleh enzim katalase. Pemakaian kosmetik yang mengandung merkuri dapat mengakibatkan:
1.      Memperlambat pertumbuhan janin
2.      Keguguran dan mandul
3.      Flek hitam pada kulit akan memucat, seakan pudar dan bila pemakaian dihentikan, flek tersebut akan timbul kembali dan akan semakin bertambah parah
4.      Memberikan efek rebound atau respon berlawanan saat pemakaian kosmetik tersebut dihentikan
5.      Untuk wajah yang awalnya bersih, lama kelamaan akan timbul flek yang sangat parah
6.      Dapat menyebabkan kanker kulit
Merkuri yang masuk melalui pernapasan akan diabsorbsi melalui sel darah merah, kemudian ditransformasikan menjadi merkuri divalent yang sebagian akan menuju otak dan kemudian diakumulasikan di dalam jaringan. Senyawa phenyl mercury (C6H5Hg+ dan C6H5-Hg-C6H5) bersifat racun moderat dengan waktu tinggal yang pendek pada tubuh tetapi senyawa ini dapat berubah bentuk menjadi merkuri organik dengan cepat pada lingkungan. Metil merkuri 50 kali bersifat racun daripada merkuri organik. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan, kadar maksimum merkuri di dalam aor adalah 0,001 mg/l (Anonim, 2011).
D.    Cara Mendeteksi Merkuri
Berdasarkan hasil penelitian dari Diner dan Brenner (1998) serta Frackelton dan Christensen (1998) bahwa diagnosa klinis dari keracunan merkuri tidaklah mudah dan sering disalah artikan dengan diagnosa kelainan psikiatrik dan autisme. Sulitnya diagnosa merkuri karena panjangnya periode laten dari mulai terpapar sampai timbulnya gejala dan tidak jelasnya bentuk gejala yang timbul, yang hampir serupa dengan kelainan psikiatrik. Untuk memudahkan diagnosa klinis dari keracunan merkuri, maka Vroom dan Greer (1972) memebuat kriteria sebagai berikut:
1.      Observasi kemunduran fungsi, yang berupa: kerusakan motorik, abnormalitas sensorik, keminduran psikologi dan perilaku, kemunduran nerologik dan kognitif, kelainan bicara, pendengaran, kemunduran penglihatan, kelainan kulit serta gangguan reflek.
2.      Waktu paparan oleh merkuri bersifat akut atau kronis.
Gejala yang disebabkan oleh merkuri yaitu gangguan psikologi berupa rasa cemas dan kadang timbul sifat agresif (Sudarmaji, 2006).
                        Keracunan merkuri sering disebut dengan mercurialism yang banyak ditemukan pada negara maju. Deteksi merkuri dapat melalui urine, darah, kuku dan rambut. Kadar merkuri di udara daerah yang tidak tercemar sekitar 20-50 ng/m3. Jika kadar merkuri di udara sebesar 50 ng/m3, maka dalam waktu 3 hari banyaknya paru-paru menghisap merkuri sebesar 1 μg/hari. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh merkuri tergantung banyaknya merkuri yang masuk ke dalam tubuh, dengan gejala yang paling ringan berupa parastesia yaitu hilangnya rasa pada anggota gerak dan sekitar mulut serta dapat pula terjadi pengurangan penglihatan dan pendengaran sampai gejala yang paling berat berupa ataxia, dysarthria bahkan kematian. Paparan merkuri pada janin akan tampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebraly palsy maupun retardasi mental. Hal ini dapat terjadi karena jika ibu hamil mengkonsumsi daging binatang yang diberi pakan padi-padian yang disemprot fungisida mengandung metil merkuri atau yang tercemar merkuri melalui perairan dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium terlihat adanya denaturasi protein enzim yang tidak aktif dan kerusakan membran sel pada kasus keracunan merkuri (Sudarmaji, 2006).
                        Metil merkuri merupakan racun yang mampu mengganggu susunan saraf pusat maupun saraf perifer. Keracunan merkuri dapat pula berpengaruh terhadap fungsi ginja yaitu mengakibatkan proteinuria. Selain mempunyai efek pada susuna saraf, merkuri juga dapat menyebabkan kelainan psikiatri berupa insomnia, nervus, pusing, mudah lupa, tremor dan depresi. Pada dasarnya besar resiko akibat terpapar merkuri tergantung dari sumber merkuri di lingkungan, tingkat paparan, teknik pengambilan sampel, analisis sampel dan hubungan dosis dengan respon (Sudarmaji, 2006).
Sumber:

Contoh Kasus:
Tingkat Pencemaran Merkuri di Mimika Sudah Parah
www.republika.co.id/berita/regional/nusatara/tingkat-pencemaran-merkuri-di-mimika-sudah-parah.



REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA – Ketua Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 Indonesia (APLI) Papua, Andreas Anggaibak, mendesak pemerintah daerah setempat segera mengambil langkah-langkah serius untuk mengatasi kasus pencemaran merkuri (air raksa) di Kota Timika yang saat ini diketahui sudah melampaui ambang batas.

Anggaibak mengaku sangat prihatin dengan adanya temuan Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta baru-baru ini yang menyimpulkan bahwa sumur-sumur warga di Timika dan sekitarnya terindikasi kuat telah tercemar
merkuri.

LPPM UKI Jakarta mempubliksikan hasil penelitiannya bekerjasama dengan Kadin Mimika setelah menguji sampel air pada 37 sumur warga di Timika pada bulan Oktober 2010.

"Ini masalah yang sangat serius sekali. Kami minta semua pihak baik Pemda Mimika melalui Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertambangan dan Energi serta PT Freeport Indonesia mengambil langkah-langkah serius untuk mengatasi masalah pencemaran merkuri ini agar tidak terjadi masalah besar di kemudian hari," kata Anggaibak.

Mantan Ketua DPRD Mimika periode 1999-2004 itu juga meminta pihak kepolisian setempat mengawasi mata rantai perdagangan merkuri yang selama ini digunakan para pendulang emas dan para pemilik toko emas di Timika untuk pemurnian emas yang dibawa para pendulang tradisional.

"Siapa pun yang kedapatan menjual merkuri secara bebas harus ditangkap dan diproses karena ulah mereka akan mendatangkan malapetaka bagi masyarakat Mimika," desak Anggaibak.

Menurut dia, untuk mengatasi kasus pencemaran merkuri di Timika maka sudah saatnya Pemkab setempat melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) menyediakan sarana air bersih ke rumah-rumah warga.

"Pemkab Mimika harus membuat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan mengambil air dari hulu Sungai Iwaka dan Kuala Kencana yang belum tercemar untuk disalurkan ke rumah-rumah warga. Kami juga mengimbau warga tidak boleh mengonsumsi air sumur," ujarnya.

Ketua Kadin Mimika, Decky Tenouye, mengatakan kegiatan penelitian kerjasama dengan LPPM UKI Jakarta dilakukan karena adanya keluhan warga yang mengalami gatal-gatal pada kulit, kulit terasa panas dan sakit kepala. Selain itu terdapat perubahan warna air pada sumur-sumur warga.

Pengambilan sampel air untuk diteliti, dilakukan dua kali pada 37 titik mulai dari Distrik Kuala Kencana hingga Distrik Mimika Timur Jauh. "Dari hasil penelitian pada 37 sampel air yang diambil, ditemukan konsentrasi Hg (merkuri) yang melebihi batas ambang yang diperbolehkan," jelas Decky.